Langsung ke konten utama

hadist maudhu


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar belakang


Seluruh umat islam sepakat bahwa hadist merupakan salah satu sumber hokum islam, dan seluruh umat islam diwajibkan mengikutinya.Meski begitu besarnya fungsi dan kedudukan Hadis sebagai sumber ajaran Islam setelah Alquran al-Karim, namun seperti dicatat dalam sejarah, ternyata penulisan dan kodifikasi Hadis secara resmi baru dimulai pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Begitu lamanya rentang antara waktu sejak meninggalnya Rasulullah saw. hingga waktu kodifikasi Hadis.
Dalam perjalanan sejarah Hadis, banyak muncul Hadis-Hadis palsu yang diterbitkan oleh beberapa golongan untuk tujuan tertentu baik politik. Makalah ini akan menguraikan tentang Hadis palsu dan beberapa kajian yang berkaitan dengannya.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan  hadis maudhu?
2.      Apa yang melatar belakangi munculnya hdist maudhu?
3.      Apa saja kaidah-kaidah untuk mengetahui hadist maudhu?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN HADITS MAUDHU
Secara bahasa, kata maudhu’ merupakan isim maf’ul dari  وضع  yaitu موضوع  yang mempunyai arti al-isqath (meletakkan atau menyimpan); al-iftira’ wa al-ikhtilaq (mengada-ada atau membuat-buat); dan al-tarku (ditinggal).
Rumusan pengertian secara istilah hadits maudhu’ adalah sebagai berikut:
الموضوع المختلق المصنوع المنسوب الى رسول الله صلعم زورا وبهتانا سواء كان ذالك عمدا او خطاء                                                                                                                    
Artinya: “Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secar dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun menetapkannya.
Jadi hadits maudhu’ adalah bukan hadits yang bersumber dari Rasulullah atau dengan kata lain bukan hadits Rasul, tetapi perkataan atau perbuatan seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu alasan yang kemudian dinisbatkan kepada Rasul.
Pada mulanya para ulama’ berbeda pendapat tentang benar tidaknya terjadi pemalsuan hadits jika dilihat dari periwayatannya. Dalam hal ini ada tiga pendapat di kalangan para Muhadditsin.Pendapat pertama, dianut oleh Ahmad Amin dan Hasyim Ma’ruf Asy-Syi’I yang menyatakan bahwa pemalsuan hadits dan munculnya riwayat hadits maudhu’ mulai terjadi pada periode Nabi Muhammad SAW, didasarkan pada hadits Nabi yang mengecam keras terhadap setiap orang yang berusaha melakukan pendustaan diri Nabi, berupa berita atau pembuatan hadits. Sebagaiman sabda Nabi:
من كذب علي متعمدا فليتبواء مقعده من النار
Artinya:“Barangsiapa berdusta terhadap diriku secara sengaja, dia pasti akan disediakan tempat   kembalinya di neraka”.
Pendapat kedua, dingkapkan oleh Akram Al-Umari yang menyatakan bahwa gerakan pemalsuan hadits mulai terjadi sejak paruh kedua kekhalifahan Utsman Ibn Affan. Pada masa itu timbul pertentangan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Pendapat ini dikuatkan oleh beberapa riwayat palsu yang beredar dan berawsal dari kalangan sahabat, salah satunya riwayat Ibn Addis dari Rasulullah SAW:
(sandal Utsman lebih sesat daripada Ubaidah). Dengan riwayat tersebut bisa diduga bahwa Ibn Addis adalah orangn yang pertama melakukan pemalsuan hadits.
Pendapat ketiga, dikemukakan oleh Abu Syuhbah dan Abu Zahu, yang mengambil dasar pendapatnya dari masa terjadinya penyusupan musuh-musuh Islam ketika terjadinya masa al-fitnah (kekacauan) pada masa kepemimpinan Utsman.
Pernah ditanyakan kepada Imam Abdullah bin Al;Mubarak: “ untuk apa hadist-hadist maudhu’ ini dibuat?” ibnul Mubarak menjawab:”untuk itulah para cendikiawan hidup.” Firman Allah: sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.”(Al-Hijr:9)[1]. Memang sebenarnya para cendikiawan hidup untuk itu. Mereka menciptakan metode ilmiah yang rumit, yang bias digunakan untuk membedakan riwayat yang shahih dengan hadist rekaan. [2]
Kebanyakan ulama Hadis berpendapat bahwa pemalsuan Hadis baru terjadi pertamakalinya setelah tahun 40 H, pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang kontra dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang menyebabkan terpecahnya ummat Islam dan muncul golongan-golongan kelompok agama dan politik yang berbeda. Antar kelompok yang ada saling menguatkan kelompoknya dengan Alquran al-Karim dan sunnah. Tentu saja tidak setiap golongan menguatkan kelompoknya dengan menggunakan Alquran al-Karim dan sunnah, maka sebagian mencoba mentakwilkan Alquran al-Karim dan menafsirkan Hadis dengan cara yang tidak benar. Ketika sebuah ayat maupun Hadis tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuannya (karena banyaknya orang yang menghafal Alquran al-Karim dan sunnah) maka mereka mencoba berdalih dengan membuat-buat Hadis dan kebohongan atas Rasulullah saw. Maka muncullah Hadis-Hadis yang berkenaan dengan khalifah yang empat dan pemimpin masing-masing kelompok. Demikian juga halnya dengan aliran-aliran politik, agama dan lainnya.[10]
Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa catatan penting tentang berkembangnya pemalsuan Hadis:
1.      pemalsuan yang dipandang terjadi pada masa Rasulullah saw. seperti yang dikatakan oleh al-Adabi dan Ahmad Amin, tidak didukung dengan fakta yang kuat.
2.      pada masa Rasulullah saw. dan sahabat terdapat pula periwayatan ajaran agama  Islam sebagai nasehat yang dilakukan secara cermat yang dimaknai bukan sebagai pemalsuan.
3.       pemalsuan muncul berawal dari kecerobohan oleh perawi-perawi yang lemah dengan cara:
a. memarfu’kan Hadis mauquf
b. menyambungkan Hadis mursal.
Hal ini terjadi pada pertengahan masa tabi’in yang berlanjut dengan kebohongan dalam mentakwilkan ayat dan Hadis hingga berujung kepada pemalsuan Hadis.
4.       kebanyakan ulama mengindikasikan terjadinya pemalsuan setelah tahun 40 H yang dipicu oleh persoalan politik, filsafat dan faham keagamaan.
B.     LATAR BELAKANG MUNCULNYA HADIST MAUDHU’
1.      Pertentangan politik
Perpecahan umat Islam yang terjadi pada masa kekhalifahan ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap kemunculan hadits-hadits palsu. Masing-masing kelompok berusaha mencari dalilnya ke dalam Alqur’an dan sunnah untuk mengunggulkan kelompoknya. Konflik-konflik politik telah menyeret permasalahan keagamaan masuk ke dalam arena perpolitikan dan membawa pengaruh juga pada mazhab-mazhabkeagamaan. Pada akhirnya masing-masing kelompok berusaha mencari dalilnya ke dalam al-Quran dan sunnah dalam rangka mengunggulkan kelompok dan mazhab nya masing-masing. Menurut Ibn Abi Al-Haddad dalam Syarah Nahj Al-Balaghah, bahwa pihak yang pertama membuat hadits adalah dari golongan Syi’ah, dan ahlu Al-Sunnah menandinginya dengan hadits lain yang juga maudhu’. Contoh hadits palsu yang dibuat oleh golongan Syi’ah:
على خير البشر من شك فيه كفر
Ali adalah orang terbaik, barang siapa yang meragukannya maka ia telah kafir.
Sedangkan Hadis yang dibuat oleh kelompok Mu’awiyah adalah:
ألا صفاء عند الله ثلاثة أنا و جبريل و معاوية
Artinya:’’Ingatlah! Yang suci menurut Allah swt.hanya tiga, saya, Jibril dan Mu’awiya”.
Sementara kelompok Khawarij tidak membuat Hadis yang sesuai dengan keyakinan mereka bahwa berbohong adalah dosa besar dan pelaku dosa besar adalah kafir
2.      Usaha kaum zindik
Kaum zindik termasuk kaum golongan yang membenci islam sebagai agama maupun sebagai dasar pemerintahan. Mereka tidak mungkin dapat melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan al-Quran, maka cara yang paling tepat dan memungkinkan adalah melalui pemalsuan hadist, dengan tujuan menghancurkan agama dari dalam.’Abd Al-Karim ibn ‘Auja’ yang dihukum mati oleh Muhammad Sulaiman bin ‘Ali, wali wilayah basrah, ketika hukuman akan dilakukan dia mengatakan “Demi Allah saya telah membuat hadist palsu sebanyak 4.000 hadist. Seorang zindiq telah mengaku dihadapan khalifah Al;Mahdi bahwa dirinya telah membuat ratusan hadist palsu. Hadist palsu ini telah tersebar dikalangan masyarakat[3]. Muhammad bin Zaid mengatakan “hadist yang dibuat kaum Zindik ini berjumlah 12.000 hadist[4]. Contoh hadist yang dibuat oleh golongan zindiq ini antara lain:
“ melihat wajah cantik termasuk ibadah”.
Di antara nama-nama orang-orang zindiq yang memalsukan Hadis adalah Muhammad ibnu Said al-Samiy. Dia meriwayatkan Hadis yang diakuinya berasal dari Humaid dari Anas dari Rasulullah saw. berbunyi:
أنا خاتم النبيين لا نبي بعدى إلا أن يشاء الله
Artinya:“Aku adalah penutup para nabi-nabi, tidak ada nabi setelahku kecuali Allah swt.menghendakinya.:
Tokoh lainnya adalah Abdul Karim ibnu al-Auza’ yang telah memalsukan sebanyak 4000 Hadis yang berhubungan dengan penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal.Mereka memalsukan Hadis untuk tujuan mengkaburkan dan menghilangkan kemurnian agama dalam pandangan ahli fikir dan ilmu.
3.      Fanatic terhadap bangsa, suku, negeri, bahasa, dan pimpinan
Mereka membuat hadist palsu karena didorong oleh keegoisan dan ingin menonjolkan seseorang, bansa, kelompok, dan sebagainya. Golongan Al-Syu’ubiyah yang fanatiki terhadap bahasa persi mengatakan :
“ apabila Allah murka, maka Dia menurunkan wahyu dengan bahasa arab dan apabila senang maka akan menurunkannya dengan bahasa persi”.
Demikian juga golongan orang yang menentang Imam Syafi’I membuat hadist palsu, seperti “ dikemudian hari aka nada seorang uma-Ku yang bernama Muhammad bin Idris. Ia akan lebih menimbulkan mudharat kepada umatku dari pada iblis”.
Para pendukung bahasa Persia menciptakan Hadis yang menyatakan kemuliaan bahasa tersebut, seperti:
إ                                                                                               ن كلام الذى حول العرش فارسى
Artinya:“sesungguhnya permbicaraan di sekitar Arsy adalah menggunakan bahasa Persia.”
Sementara kelompok yang menantangnya membuat Hadis yang lain seperti:
أبغض كلام عند الله فارسى
Artinya:“Pembicaraan yang paling dibenci oleh Allah swt.adalah bahasa Persia.”
4.      Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat
Latar belakang mereka melakukan pemalsuan hadist ini adalah guna memperoleh simpatik dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya. Hadist yang mereka katakana sangat berlebihan dan tidak masuk akal. Sebahgai contoh, “ Barang siapa yang mengucapkan kalimat Allahh akan mencitakan seekor burung( sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri dari emas dan bulunya dari marjan”.
5.      Perselisihan Madzhab dan ilmu kalam
Munculnya pemalsuan hadist ini dimulain sejak tahun 41 H, pada masa pemerintahan khalifah keempat Ali bin Abi Thalib r.a., ketika kaum muslimin saling berselisih dan terpecah-pecah dalam beberapa kelompok: mayoritas kaum muslimin, khawarij dan syi’ah dan sebagainya. Mereka banyak mengarang hadist untuk kepentingannya sendiri.[5]
Sedangkan munculnya hadist-hadist palsu dalam maslah fiqih dan ilmu kalam berasal dari pengikut mahzab. Mereka berani melakukan pemalsuan hadist karena didorong sifat fanatic dan ingin menguatkan mahzab nya masing-masing.[6] Hadist-hadist palsu tentang maslah ini antara lain :
a.       Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.
b.      Jibril menjadi imamku dalam shalat di Ka’bah, ia( jibril) membaca basmalah dengan nyaring.
c.       Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali
d.      Semua yang ada bumin dan dilangit serta diantara keduanya adalah makhluk kecuali Allah dan Al-Quran. Dan kelak akan ada diantara umatku yang menyatakan “ al-Quran itu makhluk”. Barang siapa yang menyatakan demikian, niscaya ia telah kufure kepada Allah Yang Maha Agung dan saat itu pula jatuh talak kepada istrinya.
6.      Membangkitkan semangat beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan
Banyak diantara para ulama yang membuat hadist-hadist palsu dengan dan bahkan mengira usahanya itu benar dan merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta menjunjung tinggi agama-Nya. Mereka mengatakan “kami berdosa-semata-mata untuk menjunjung tinggi  nama Rasulullah dan bukan sebaliknya”.
Nuh bin Abi Maryam telah membuat hadist berkenaan dengan fadhillah membaca surat-surat tertentu dalam al-Quran. Ghulam Al-Khail(dikenal ahli zuhud) membuat hadist tentang keutamaan wirid dengan maksud memperhalus kalbu manusia.
7.      Menjilat penguasa
Ghiyas bin Ibrahim merupakan tokoh yamnng banyak ditulis dalam kitab hadist sebagai pemalsu hadist tentang “perlombaan”. Matan asli sabda Rasulullah berbunyi:
“Kemudian Ghiyats menambah kata dalam akhir hadits tersebut, dengan maksud agar diberi hadiah atau simpatik dari khalifah Al-Mahdy. Setelah mendengar hadits tersebut, Al-Mahdy memberikan hadiah 10.000 dirham, namun ketika berbalik hendak pergi, Al-Mahdy menegurnya, seraya berkata aku yakin itu sebenarnya merupakan dusta atas nama Rasulullah. Saat itu juga khalifah memerintahkan untuk menyembelih burung merpatinya.
Beberapa motif membuat hadist palsu diatas antara lain, ada yang karena sengaja, ada yang tidak sengaja merusak agama, dan ada yang karena keyakinannya bahwa membuat hadist palsu diperbolehkan, serta ada yang karena tidak tahu dirinya membuat hadist palsu.[7]
C.    KAIDAH-KAIDAH UNTUK MENGETAHUI HADIST MAUDHU’
Ada beberapa patokan yang bias dijadikan alat untuk mengidentifikasi bahwa hadist itu palsu atau shahih, diantaranya:
a.       Dalam sanad
1.      Atas dasar pengakuan par pembuat hadist palsu, sebagaimana pengakuan Abu’Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia telah membuat hadist tentang fadhilah membaca al-Quran, surat demi surat, Ghiyas bin Ibrahim dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan masalah iniAl-Suyuthi menyatakan, bahwa surat-surat al-Quran yang didapati dalam hadist-hadist shahih mengenai keutamaannya hanyalah surat Al-Fatihah, Al-Baqarah,Ali-‘Imran, Al-An’am dan tujuh surat yang panjang(dari surat Al-Baqarah sampai surat Al-Bara’ah), surat Al-Kahfi, surat Yasin,Al-Dhukhan,Al-Mulk, Al-Zalzalah, An-Nur,Al-Kafirun,Al-Ikhlas, dan Al-Mu’awidzatain. Selain terhadap surat-surat tersebut, hadistnya bukanlah hadist shahih
2.      Adanya qarinah(dalil) yang menunjukkan kebohongannya, sepertib menurut pengakuannya ia meriwayatkan dari seorang syeikh, tapi ternyata ia belum pernah bertemu secara langsung atau pernah menerima hadist disuatu daerah, tapi ia sendiri belum pernah melakukan rihlah(perjalanan) ke daerah tersebut atau pernah menerima hadist dari syeihk, tapi syeikh tersebut diketahui telah meninggal ketika ia masih kecil, dan sebagainya.
3.      Meriwayatkan hadist sendirian, sementara diri rawi dikenal pembohong. Sementara itu tidak ditemukan dalam riwayat lain. Maka yang demikian itu ditetapkan sebagai hadist maudhu’.
b.      Dalam matan
1.      Buruknya redaksi hadist, padahal Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang sangat fasih dalam berbahasa, santun dan enak dirasakan. Dari redaksi yang tidak baik maka akan berpengaruh kepada makna ataupun maksud dari hadist Nabi MuhammadSAW. Kecuali bila si perawi menjelaskan bahwa hadist itu benar-benar menunjukkan dating dari Nabi Muhammad SAW.
2.      Maknanya rusak. Ibnu Hajar menerangkan bahwa kejelasan lafadz ini dititikberatkan pada kerusakan arti, sebab dalam sejarah tercatat”periwayatan hadist tidak mesti bi al-ladfazi akan tetapi ada yang bi al-ma’na, terkecuali bila dikatakan bahwa lafalnya dari Nabi, baru dikatakan hadist palsu.
3.      Matannya bertentangan dengan akal atau kenyataan, bertentangan dengan al-Quran atau hadist yang lebih kuat, atau ijma’. Seperti hadist yang menyebutkan bahwa umur dunia 7000 tahun. Hadist ini bertentangan dengan QS:Al-A’raf(7):187, yang intinya bahwa umur dunia hanya diketahui oleh Allah SWT.
4.      Matannya menyebut janji yang sangat besar atas perbuatan yang kecil atau ancaman yang sangat besar atas perkara kecil. Seperti hadist yang menyatakan bahwa anak hasil perzinahan tidak masuk surge hingga tujuh turunan. Ini menyalahi QS:Al-An’am(6):164 yang menyatakan bahwa “ tidaklah seseorang(yang bersalah)memikul dosa orang lain.”
5.      Hadist yang bertentangan dengan kkenyataan  sejarah yang benar-benar terjadi dimasa Rasulullah SAW, dan jelas tampak kebohongannya. Seperti hadist tentang ketentuan pajak pada penduduk khaibar. Ada beberapa hal yang menjadi kelemahan hadist tersebut. Pertama, dikatakan bahwasanya hal itu diriwayatkan dari Sa’ad ibn Mu’adz, padahal Sa’ad telah meninggal sebelum perang Khandaq. Kedua, kewajiban pajak itu belum diterapkan.
6.      Hadist yang terlalu melebih-lebihkan salah satu sahabat. Seperti “ bahwasanya Nabi SAW memegang tanagn Ali ibn Ali Thalib  disuatu majelis diantara para sahabat yang lain…kemudian Nabi bersabda:”inilah wasiatku dan saudaraku, dan khalifah setelahku..” kemudian sahabat yang lainnya sepakat. Hadist tersebut jelas kepalsuannya.[8]
D.    UPAYA PENYELAMATAN HADIST
Untuk menyelamatkan hadist Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah gencarnya pembuatan hadist palsu, ulama hadist menyusun berbagai kaisdah penelitian hadist. Langkah-langkah yang ditempuh oleh para ulama tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Meneliti system penyandaran hadist. Para sahabat dan tabi’in tidak sembarangan mengambil hadist dari seseorang. Mereka meneliti dengan seksama proses penukilan dan periwayatan hadist. Pada masa sahabat memang hamper tidak ada penyelewengan dalam periwayatan hadist, sehingga ketika mereka mendapatkan dari sahabat lain mereka tidak akan menanyakan dari mana hadist ini didapat. Tetapi semenjak terjadinya finat al-kubra[9] mereka mulai menyeleksi hadist-hadis yang didapat dari orang lain.
2.      Memilih perawi-perawi hadist yang terpercaya. Para ulama menanyakan hadist-hadist yang dipandang kabur atau tidak jelas asal- usulnya kepada para sahabat, tabi’in, dan pihak-pihak yang menekuni bidang ini. Mereka tidak akan sembarangan untuk meriwayatkan hadist. Mereka akan memilih dari orang-orang tertentu yang dipandang menguasai dan mengetahui persoalan ini.
3.      Studi kritik rawi, yang tampaknya lebih dikonsentrasikan pada sifat kejujuran atau kebohongannya. Oleh karena itu, mereka tidak akan mengambil dari orang-orang yang dikenal suka berbohong, baik dalam kehidupannya umumnya, suka berbuat bid’ah dan mengikuti hawa nafsunya, orang-orang fasik, zindiq, dan orang-orang yang  tidak menguasai apa yang disampaikannya.
4.      Menyusun kaidah-kaidah umum untuk meneliti hadist-hadist tersebut. Misalnya saja dengan mengetahui batasan-batasan hadist sahih, hasan dan dha’if[10].
                  Mulai saat ini perkembangan ilmu hadist berkembang dengan pesatnya,demi menyelamatkan hadist-hadist Rasul ini. Jadi pada akhirnya tujuan penyusunan kaidah-kaidah tersebut untuk mengetahui keadaan matan hadist. Maka disusunlah kaidah-kaidah kesahihan sanad hadist beserta matannya. Bersamaan dengan ini muncullah berbagai macam ilmu hadist, antara lain seperti ilmu Rijjal Al-Hadist dan ilmu Al-Jarh wa Al-Ta’dil yang berkaitan dengan penelitian sanad hadist.
                  Dengan bernagai kaidah dan ilmu hadist, disamping telah dibukukannya hadist, mengakibatkan ruang gerak para pembuat hadist palsu menjadi sempit. Selain itu, hadist-hadist yang berkembang dimasyarakat dan termaktub dalam kitab-kitab dapat diteliti dan diketahui kualitasnya. Dengan menggunakan berbagai kaidah dan ilmu hadist itu, ulama telah berhasil menghimpun berbagai hadist palsu dalam kitab-kitab khusus.



BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
                  Hadist maudhu adalah hadist yang dibuat-buat oleh para pendusta, dan mereka menyandarkannya kepada Rasulullah SAW. Hal ini muncul karena kemampuan si pembuat sendiri, dengan kata-kata rekaannya dan sanad-sanad susunannya sendiri. Tidak jarang, sebagian dari mereka membuat-buat sanad yang berakhir kepada nabi Muhammad SAW.
                  Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah karena Allah telah memelihara agama-Nya dari tindakan yang tidak bertanggung jawab serta Allah menjaga ucapan Nabi-Nya dari kebohongan para pemalsu, dengan mendatangkan ketengah umat ini ulama yang terpercaya dan ikhlas, yang telah behasil memilah-milah antara yang buruk dan yang baik. Merekalah yang memberitahukan kepada kita sebab-sebab pemalsuan hadist. Kiranya tidak perlu lagi ditanyakan tentang haram hukumnya bagi kita untuk meriwayatkan hadist maudhu yang telah kita ketahui dengan pasti kepalsuannya. Terkecuali bila disertai peringatan bahwa hadist tersebut adalah hadist rekaan.




DAFTAR PUSTAKA
As-Shalih Subhi.2000. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis.Jakarta : Pustaka Firdaus
Mudasir.1999. Ilmu Hadis.Babdung : CV Pustaka Setia
Suparta Munzier.2002. Ilmu Hadits. Jakarta: PT Grafindo Persada



[1] At;Tadrib,102. Sementara itu dalam At-Taudlih, perkataan ini disandarkan kepada Abdurrahman bin Mahdi
[2]DR.Subhi As-Shalih.membahas ilmu-ilmu hadist.halaman 230
[3] Ibib,hlm.207-208
[4] Mahmud al-thahhan,op.cit.,hlm.70
[5] [5]DR.Subhi As-Shalih.membahas ilmu-ilmu hadist.hlm 233
[6] Ibid,hlm 215
[7] Jalal al-sin’abd al-rahman bin abi bakar al-sayuti, al-laily al-mausu’ah fi hadist al maudhu’ah,(mesir: al-maktabah al-islamiyah),,juz II,hlm.276-277
[8] Masih banyak tanda-tanda yang bias dijadikan indikasi ke-maudhu’-an sebuah hadist. Lihat’Ajjaj Al-Khatib,op.cit.,432-436
[9] Yang diawali dengan terbunuhnya Utsman bin Affan, kemudian perang Jamal antara A’isyah dengan Ali bin Abi Thalib, yang terus berlanjut dengan perang shiffin.
[10] Musthafa Al-Siba’I,op.cit., hlm.91-95.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Tertunda....

Assalamu’alaikum, wr wb. Masih bersama saya yang sudah lama sekali membiarkan blog ini bertahan tanpa postingan terbarunya. Ucapan terima kasih tak terhingga untuk Allah SWT, Tuhan semesta alam yang masih mengizinkanku hingga saat ini menghirup sepuasnya udara milik-Nya, melihat dan memandang langit serta laut kekuasaan-Nya, alhamdulillah. Uswatun hasanah nabiullah Muhammad SAW, manusia pilihan dengan segala kemuliaan yang dianugerahkan kepadanya, kekasih Allah, pemberi syafaat di hari hisab nanti,Allahumma shalli’ala Muhammad wa ‘alaaliiMuhammad, assalamualyka yaa Rasulullah. Rinduku padamu ya Rasul. Jumat malam, 13 februari 2015. Setelah melalui hari ini dengan berbagai kesibukan, tubuh meminta untuk sejenak direbahkan dan otak meminta untuk tidak memikirkan sesuatu yang berkaitan dengan ilmu kimia khusus untuk malam ini. Mata seolah protes agar malam ini saja tidak menatap layar laptop. Sementara tangan seolah mengikuti perintah otak agar segera mengambil alih remot televisi yang

Inspirasi Islami

# Hanya engkau yang mampu melakukannya Wahai Hatim.. # 'Isham bin Yusuf pernah mendatangi majelis Hatim Al 'Asham kemudian bertanya, wahai Hatim Al 'Asham bagaimanakah engkau melaksanakan shalat ? Hatim Al 'Asham menoleh ke arah 'Isham bin Yusuf lalu menjawab, jika datang waktu shalat maka saya segera berwudhu baik secara dzahir maupun bathin. Apa yang engkau maksudkan dengan wudhu secara bathin ? tanya 'Isham bin Yusuf Jika wudhu secara dzahir adalah membasuh anggota wudhu dengan air, maka wudhu secara bathin adalah membasuh anggota wudhu dengan tujuh perkara, yaitu, taubat, penyesalan, meninggalkan dunia, meninggalkan pujian makhluq, meninggalkan wibawa, meninggalkan kedengkian dan meninggalkan hasad, jawab Hatim Al 'Asham. Kemudian Hatim melanjutkan, setelah itu saya pergi ke masjid dan mempersiapkann anggota tubuh dan menghadap ke arah kiblat. Pada saat itu saya berdiri diantara rasa harap dan cemas, dan saya merasa bahwa Allah meliha

penulis trilogi 5 menara!! @fuadi1 :)

Assalamu'alaikum . Postingan kali ini begitu luar biasa bagi saya. Alhamdulillah kemarin saya bertemu someone special , yaaahh!! seseorang yang menjadi inspirasi saya dalam menulis. karya nya begitu fenomenal, pernah sekolah di podok pesantren Gontor Jawa Timur, S1 nya jurusan Hubungan Internasional Iniversitas Padjajaran Bandung, dan masih banyak prestasi mengagumkan lainnya. Mau tahu biografi lengkap nya, check this out!! Nama   Lengkap->Ahmad Fuadi Tempat Tanggal Lahir->Maninjau, Sumatera Barat, 30 Desember 1972 Nama Istri->Yayi Riwayat Pendidikan                 :   KMI Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo (1988-1992) Alumni Gontor 1992 Program Pendidikan Internasional, Canada World Youth, Montreal, Kanada (1995-1996) National University of Singapore, untuk studi satu semester (1997) Universitas Padjadjaran, Indonesia, BA dalam Hubungan Internasional, (September 1997) The George Washington University, Washington DC, MA dalam Media and Public Af